Penimbunan dan penyebaran sistem senjata canggih yang
diarahkan terhadap Iran dimulai sesudah pengeboman dan invasi kepada
Irak tahun 2003. Sejak awal, rencana perang ini dipimpin oleh Amerika
Serikat, dalam hubungannya dengan NATO dan Israel.
Setelah invasi Irak tahun 2003, pemerintahan Bush mengidentifikasi
Iran dan Suriah sebagai tahapan berikutnya dari “peta jalan untuk
perang”. Sumber-sumber militer Amerika Serikat mengisyaratkan bahwa
serangan udara terhadap Iran bisa melibatkan penyebaran yang berskala
besar sebanding dengan “shock and awe” serangan bom Amerika Serikat di Irak pada Maret tahun 2003.
“Serangan udara Amerika terhadap Iran akan jauh melebihi jangkauan
serangan Israel tahun 1981 di pusat nuklir Osiraq di Irak, dan akan
lebih menyerupai hari pertama dari serangan udara tahun 2003 melawan
Irak (See Globalsecurity).
“Theater Iran Near Term” (TIRRANT)
Nama kode yang diberikan oleh para perencana militer Amerika Serikat
adalah TIRANNT, “Theater Iran Near Term”, simulasi serangan terhadap
Iran telah dimulai pada Mei tahun 2003 “ketika pemodel dan spesialis
intelijen mengumpulkan data yang diperlukan untuk tingkat-medan perang
(berarti berskala besar) analisis skenario bagi Iran.” ((William Arkin, Washington Post, 16 April 2006).
Skenarionya mengidentifikasikan beberapa ribu sasaran di dalam
wilayah Iran sebagai bagian dari “Shock and Awe” Blitzkrieg: “Analisis
yang disebut TIRANNT, singkatan dari “Theater Iran Near Term,” masih
ditambah pula dengan skenario tiruan invasi Korps Marinir dan simulasi
kekuatan rudal Iran. Dalam waktu yang bersamaan para perencana Amerika
Serikat dan Inggris melakukan sebuah permainan perang Laut Kaspia. Bush
mengarahkan Komando Strategis Amerika Serikat untuk menyusun rencana
aksi serangan perang global untuk menyerang lokasi senjata pemusnah
massal Iran. Semua ini akhirnya akan menjadi masukan berupa rencana
perang baru untuk “major combat operations” terhadap Iran yang sekarang sudah dikonfirmasikan oleh sumber militer [April 2006] dalam bentuk draft.
… Di bawah TIRANNT, Angkatan Darat dan Perencana Pusat Komando
Amerika Serikat telah melakukan pemeriksaan, baik skenario jangka pendek
maupun jangka panjang perang dengan Iran, termasuk semua aspek operasi
tempur utama, dari mobilisasi dan pengerahan pasukan melalui operasi
stabilitas pasca perang setelah terjadi perubahan rezim. ” (William
Arkin, Washington Post, 16 April 2006)
Perbedaan “Skenario medan perang” dalam menyerang Iran secara
maksimal telah dipikirkan: “Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan
Udara dan Marinir Amerika Serikat telah memiliki semua rencana
pertempuran yang disusun selama empat tahun, membangun
pangkalan-pangkalan dan pelatihan untuk melaksanakan “Operasi Pembebasan
Iran.” Laksamana Fallon, Kepala Pusat Komando Amerika Serikat yang baru
telah menerima rencana komputerisasi TIRANNT (Teater Iran Near Term).”
(New Statesman, 19 Februari 2007)
Pada tahun 2004, dirumuskan skenario perang awal di bawah TIRANNT,
Wakil Presiden Dick Cheney menginstruksikan USSTRATCOM untuk menyusun
sebuah “rencana darurat” operasi militer berskala besar yang diarahkan
terhadap Iran “digunakan dalam merespon terhadap serangan teroris
sejenis 9/11 di Amerika Serikat” dengan anggapan bahwa pemerintah
Teheran berada di belakang persekongkolan teroris. Rencana tersebut
termasuk penggunaan pre-emptive senjata nuklir terhadap negara non-nuklir
“Rencana tersebut termasuk serangan udara besar-besaran terhadap Iran
baik menggunakan senjata nuklir maupun konvensional dan taktis. Di
dalam wilayah Iran terdapat lebih dari 450 sasaran strategis penting,
termasuk sejumlah sasaran yang dicurigai sebagai tempat pengembangan
program-senjata-nuklir. Banyak target keras atau jauh berada di bawah
tanah dan tidak bisa dihancurkan oleh senjata konvensional, maka akan
dihancurkan dengan opsi nuklir. Seperti dalam kasus Irak, respon ini
kurang penting apakah Iran yang sesungguhnya terlibat dalam tindakan
terorisme yang ditujukan terhadap Amerika Serikat. Beberapa pejabat
senior Angkatan Udara yang terlibat dalam perencanaan dilaporkan
terkejut terhadap implikasi dari apa yang akan mereka lakukan – bahwa
Iran sedang disiapkan untuk sebuah serangan nuklir yang tak beralasan –
namun tidak seorangpun siap untuk merusak karirnya dengan mengajukan
keberatan.” (Philip Giraldi, Deep Background,The American Conservative August 2005)
The Military Road Map: “Pertama Iraq, kemudian Iran”
Keputusan untuk menargetkan Iran di bawah TIRANNT adalah bagian dari
proses perencanaan militer yang lebih luas dari urutan operasi militer.
Hal tersebut sudah dilakukan di bawah pemerintahan Clinton, Pusat
Komando Amerika Serikat (USCENTCOM) telah menyusun “rencana medan
perang”, pertama untuk menyerang Irak dan kemudian Iran. Akses terhadap
minyak Timur Tengah adalah merupakan tujuan strategis lain.
“Kepentingan dan tujuan keamanan nasional yang luas dinyatakan Presiden dalam Strategi Keamanan Nasional - National Security Strategy (NSS) dan Ketua Strategi Militer Nasional - National Military Strategy (NMS) membentuk
dasar strategi medan perang Pusat Komando Amerika Serikat (NSS)
mengarahkan pelaksanaan strategi penahanan ganda dari negara-negara
nakal seperti Irak dan Iran selama negara-negara tersebut menjadi
ancaman terhadap kepentingan Amerika Serikat, kepada negara-negara lain
di wilayah ini, dan termasuk para warganegaranya. Penahanan ganda
dirancang untuk menjaga keseimbangan kekuasaan di wilayah itu tanpa
tergantung baik kepada Iraq atau Iran.
Strategi medan perang terhadap
Iran yaitu USCENTCOM adalah merupakan interest-based danthreat-focused. Tujuan
dari keterlibatan Amerika Serikat seperti yang dianut pada NSS, adalah
untuk melindungi kepentingan vital Amerika Serikat di wilayah tersebut –
supaya tidak terganggu, Amerika Serikat aman demikian juga akses Sekutu
kepada minyak Teluk.”
Perang di Iran dipandang sebagai bagian dari suksesi operasi militer.
Menurut (mantan) Panglima NATO Jenderal Wesley Clark, peta-jalan
militer Pentagon terdiri dari urutan negara-negara: “Rencana operasi
militer lima tahun [termasuk] … total tujuh negara, dimulai dengan Irak,
kemudian Suriah, Libanon, Libya, Iran, Somalia dan Sudan.” Dalam
“Winning Modern Wars” (halaman 130) Jenderal Clark menyatakan sebagai
berikut:
“Ketika saya kembali melalui Pentagon pada bulan November 2001,
salah seorang staf petugas senior militer punya waktu untuk
bercakap-cakap. Ya, kami masih berada dalam jalur melawan Irak. Tapi
masih ada lagi. Katanya hal ini sedang dibahas sebagai bagian dari
rencana operasi militer lima tahun, dan jumlahnya ada tujuh negara,
dimulai dengan Irak, lalu Suriah, Libanon, Libya, Iran, Somalia dan
Sudan (See Secret 2001 Pentagon Plan to Attack Lebanon, Global Research, July 23, 2006)
Peran Israel
Terdapat banyak perdebatan mengenai peranan Israel dalam memulai serangan terhadap Iran.
Israel merupakan bagian dari sebuah aliansi militer. Tel Aviv
bukanlah penggerak utama. Israel tidak memiliki agenda militer yang
terpisah dan berbeda.
Israel terintegrasi ke dalam “rencana perang untuk operasi tempur
besar” terhadap Iran yang dirumuskan pada tahun 2006 oleh Komando
Strategis Amerika Serikat (USSTRATCOM). Dalam konteks operasi militer
skala besar, suatu tindakan militer sepihak yang tidak terkoordinasi
oleh salah satu mitra koalisi, yaitu Israel, dari sudut pandang militer
dan strategis hampir mustahil. Israel secara de facto anggota NATO.
Setiap tindakan oleh Israel akan membutuhkan “lampu hijau” dari
Washington.
Sebuah serangan oleh Israel bagaimanapun juga bisa digunakan sebagai
“mekanisme pemicu” yang akan melancarkan perang habis-habisan terhadap
Iran, serta pembalasan oleh Iran yang diarahkan kepada Israel.
Dalam hal ini, ada indikasi bahwa Washington mungkin mempertimbangkan
pilihan serangan awal Israel dengan (dukungan Amerika Serikat) dan
bukan sebuah operasi militer pimpinan Amerika Serikat langsung diarahkan
terhadap Iran. Serangan Israel – meskipun hubungannya dekat dengan
Pentagon dan NATO – akan disampaikan kepada opini publik sebagai
keputusan sepihak oleh Tel Aviv. Hal ini kemudian akan digunakan oleh
Washington untuk membenarkan di mata opini Dunia, berupa intervensi
militer Amerika Serikat dan NATO dengan maksud untuk “mempertahankan
Israel”, daripada menyerang Iran. Dalam perjanjian kerja sama militer
yang ada, baik Amerika Serikat maupun NATO “diwajibkan” untuk “membela
Israel” bila diserang Iran dan Suriah.
Perlu dicatat, dalam hal ini, bahwa pada awal masa jabatan kedua
Bush, (mantan) Wakil Presiden Dick Cheney mengisyaratkan, dengan tegas,
bahwa Iran berada “paling atas dalam daftar” dari “musuh nakal”
Amerika, dan bahwa Israel akan menyatakan “melakukan pemboman untuk
kita”, tanpa keterlibatan militer Amerika Serikat dan tanpa kita menekan
mereka “untuk melakukannya” (See Michel Chossudovsky, Planned
US-Israeli Attack on Iran, Global Research, May 1, 2005): Menurut
Cheney:
“Salah satu kekhawatiran orang adalah bahwa Israel mungkin
melakukannya tanpa diminta … Mengingat fakta bahwa Iran memiliki
kebijakan yang menyatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk menghancurkan
Israel, Israel mungkin memutuskan untuk bertindak lebih awal, dan
membiarkan seluruh dunia khawatir mengenai penyelesaian kekacauan
diplomatik setelah itu, “(Dick Cheney, dikutip dari Wawancara MSNBC,
Januari 2005)
Mengomentari pernyataan Wakil Presiden, mantan penasehat Keamanan
Nasional, Zbigniew Brzezinski dalam sebuah wawancara di PBS, menegaskan
dengan sedikit ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, ya: Cheney
menginginkan Perdana Menteri Ariel Sharon untuk bertindak atas nama
Amerika dan “melakukannya” untuk kita.
“Saya pikir Iran lebih ambigu. Dan ada masalah disana, tentu bukan
tirani;.. itu adalah senjata nuklir. Dan Wakil Presiden hari ini dalam
pernyataan paralel yang aneh terhadap pernyataan kebebasan ini yang
mengisyaratkan bahwa Israel mungkin melakukannya, namun kenyataannya
menggunakan bahasa yang terdengar seperti pembenaran atau bahkan suatu
dorongan bagi Israel untuk melakukannya.”
Apa yang berurusan dengan kita adalah operasi militer bersama Amerika
Serikat-NATO-Israel untuk membom Iran, yang telah dalam tahap
perencanaan aktif sejak tahun 2004. Pejabat Departemen Pertahanan, di
bawah Bush dan Obama, telah bekerja tekun dengan militer Israel dan
mitra-mitra intelijennya mengidentifikasi dengan hati-hati sasaran di
dalam wilayah Iran. Dalam istilah praktis militer, setiap tindakan oleh
Israel harus direncanakan dan dikoordinasikan di tingkat tertinggi
koalisi yang dipimpin Amerika Serikat.
Serangan oleh Israel juga akan memerlukan koordinasi dukungan
logistik Amerika Serikat–NATO, khususnya yang berkaitan dengan sistem
pertahanan udara Israel, yang sejak Januari 2009 sepenuhnya terintegrasi
ke dalam Amerika Serikat dan NATO. (See Michel Chossudovsky, Unusually
Large U.S. Weapons Shipment to Israel: Are the US and Israel Planning a
Broader Middle East War? Global Research, January 11,2009)
Sistem radar X band Israel dibangun pada awal tahun 2009 dengan
dukungan teknis Amerika Serikat telah “mengintegrasikan sistem
pertahanan rudal Israel dengan jaringan deteksi rudal global Amerika
Serikat [Pangkalan-Ruang Angkasa], yang meliputi satelit, kapal Aegis di
Mediterania, Teluk Persia dan Laut Merah serta Patriot radar dan yang
berpangkalan di darat.” (Defense Talk.com, January 6, 2009,)
Apakah ini berarti bahwa Washington akhirnya memutuskan apa yang
seharusnya dilakukan. Lebih baik Amerika Serikat daripada Israel yang
mengendalikan sistem pertahanan udara:’ ‘ini artinya tetap dengan
menggunakan sistem radar Amerika Serikat,’ “kata jurubicara Pentagon,
Geoff Morrell. “Jadi ini bukan sesuatu yang kita berikan atau menjualnya
kepada Israel dan hal itu adalah sesuatu yang wajar akan memerlukan
personel Amerika Serikat untuk mengoperasikannya.’” (Dikutip dari Israel
National News, 9 Januari 2009).
Angkatan Udara Amerika Serikat mengawasi sistem Pertahanan Udara
Israel, yang terintegrasi ke dalam sistem global Pentagon. Dengan kata
lain, Israel tidak dapat melancarkan perang terhadap Iran tanpa
persetujuan Washington. Oleh karena pentingnya undang-undang yang
disebut “Green Light” di Kongres Amerika Serikat yang disponsori oleh
partai Republik di bawah Resolusi House 1553, yang secara eksplisit
mendukung serangan Israel terhadap Iran:
“Undang-undang diajukan oleh Louie Gohmert, partai Republik dari
Texas dan 46 rekannya, mendukung penggunaan “semua sarana yang
diperlukan Israel” terhadap Iran “termasuk penggunaan kekuatan
militer….”Kita harus melakukan ini. Kami perlu menunjukkan dukungan
kepada Israel. Kita harus berhenti bermain game dengan sekutu penting
di tengah wilayah yang sulit”’ (See Webster Tarpley, Fidel Castro Warns of Imminent Nuclear War; Admiral Mullen Threatens Iran; US-Israel Vs. Iran-Hezbollah Confrontation Builds On, Global Research, August 10, 2010)
Dalam praktek, undang-undang yang diusulkan tersebut adalah “Green
Light” kepada Gedung Putih dan Pentagon daripada kepada Israel. Ini
merupakan persetujuan untuk perang yang disponsori Amerika Serikat
melawan Iran yang menggunakan Israel sebagai landasan melancarkan
gerakan militer yang sesuai. Hal ini juga berfungsi sebagai pembenar
untuk berperang dengan tujuan untuk membela Israel.
Dalam konteks ini, Israel memang bisa memberikan alasan palsu untuk
berperang, sebagai tanggapan terhadap dugaan serangan Hamas atau
serangan Hizbullah dan/atau memicu permusuhan di perbatasan Israel
dengan Lebanon. Apa yang penting untuk dipahami adalah bahwa sebuah
“insiden” kecil dapat digunakan sebagai alasan untuk memicu sebuah
operasi militer besar terhadap Iran.
Dikenal oleh perencana militer Amerika Serikat, Israel (bukan Amerika
Serikat) akan menjadi sasaran pertama pembalasan militer Iran. Secara
umum, bangsa Israel akan menjadi korban dari intrik Washington maupun
pemerintah mereka sendiri. Ya, dalam hal ini, sangat penting bahwa
Israel tegas menentang setiap tindakan oleh pemerintah Netanyahu untuk
menyerang Iran.
Peperangan Global: Peran Komando Strategis Amerika Serikat (USSTRATCOM)
Operasi militer global dikoordinasikan dari Markas Komando Strategis
Amerika Serikat (USSTRATCOM) dari pangkalan Angkatan Udara Offutt di
Nebraska, berkerja sama dengan komando regional, Komando Pejuang Terpadu
(misalnya Komando Sentral Amerika Serikat di Florida, yang bertanggung
jawab untuk Timur Tengah -Tengah dan kawasan Asia, lihat peta di bawah)
serta unit komando koalisi di Israel, Turki, Teluk Persia dan Diego
Garcia, yaitu pangkalan militer Amerika Serikat di Samudera Hindia.
Perencanaan Militer dan pengambilan keputusan di tingkat negara sekutu
Amerika Serikat-NATO yang dilakukan oleh individu juga “negara-negara
mitra” diintegrasikan ke dalam desain militer global termasuk
mempersenjatai ruang angkasa.
Di bawah mandat baru, USSTRATCOM memiliki tanggung jawab untuk
“mengawasi rencana serangan global” yang terdiri dari senjata
konvensional dan nuklir. Dalam jargon militer, yang dijadwalkan untuk
memainkan peran adalah “sebuah integrator global dengan beban misi
Operasi Ruang Angkasa; Operasi Informasi; Pertahanan Rudal Terpadu;
Komando Global & Pengendalian; Intelijen, Surveillance dan
Reconnaissance; Global Strike; dan Strategic Deterrence…. “
Tanggungjawab USSTRATCOM meliputi: “Memimpin, perencanaan,
pelaksanaan strategis & operasi pencegahan ” di tingkat global,
“sinkronisasi rencana operasi dan pertahanan rudal global”,
“sinkronisasi rencana perang regional”, dll. USSTRATCOM merupakan
lembaga utama dalam mengkoordinasikan peperangan modern .
Pada bulan Januari 2005, pada awal pengerahan dan pembangunan militer
yang ditujukan kepada Iran, USSTRATCOM diidentifikasi sebagai “Komando
Peramg untuk integrasi dan sinkronisasi Departemen Pertahanan Amerika
Serikat dalam upaya memerangi senjata pemusnah massal.” (Michel
Chossudovsky, Nuclear War against Iran, Global Research, January 3,
2006).
Apakah ini berarti bahwa koordinasi serangan yang berskala besar
terhadap Iran, termasuk berbagai skenario eskalasi di dalam dan di luar
wilayah Timur Tengah serta yang lebih luas Asia Tengah akan
dikoordinasikan oleh USSTRATCOM.
Senjata-senjata Nuklir Taktis Diarahkan Langsung Kepada Iran
Dikonfirmasi dengan dokumen militer serta laporan resmi, baik Amerika
Serikat maupun Israel memikirkan penggunaan senjata nuklir yang
diarahkan terhadap Iran. Pada tahun 2006, Komando Strategis Amerika
Serikat (USSTRATCOM) mengumumkan bahwa pihaknya telah mencapai kemampuan
operasional untuk mentargetkan sasaran secara cepat dengan menggunakan
senjata nuklir atau sebjata konvensional ke seluruh dunia. Pengumuman
ini dibuat setelah melakukan simulasi militer yang berkaitan dengan
serangan nuklir yang dipimpin Amerika Serikat terhadap negara fiktif.
(David Ruppe, Preemptive Nuclear War in a State of Readiness: U.S.
Command Declares Global Strike Capability, Global Security Newswire,
December 2, 2005)
Kesinambungan dalam hubungannya dengan era Bush-Cheney: Presiden
Obama telah mendukung sebagian besar doktrin pre-emptive penggunaan
senjata nuklir yang dirumuskan oleh pemerintahan sebelumnya. Di bawah
the 2010 Nuclear Posture Review, pemerintahan Obama menegaskan “bahwa
itu merupakan pesan berupa hak untuk menggunakan senjata nuklir terhadap
Iran” sebagai risiko ketidak-kepatuhan Iran terhadap tuntutan Amerika
Serikat mengenai program dugaan (tidak ada) senjata nuklir. (U.S.
Nuclear Option on Iran Linked to Israeli Attack Threat – IPS
ipsnews.net, April 23, 2010). Pemerintahan Obama juga mengisyaratkan
bahwa mereka akan menggunakan nuklir dalam hal Iran merespon atas
serangan Israel kepada Iran. (Ibid). Israel juga membuat sendiri
“rencana rahasia” untuk membom Iran dengan senjata nuklir taktis.
Sumber-sumber senior mengatakan “”Komandan militer Israel yakin
serangan konvensional mungkin tidak lagi cukup untuk memusnahkan
fasilitas pengayaan yang semakin baik dipertahankan. Beberapa telah
dibangun di bawah tanah minimal 70 kaki dari beton dan batu. Namun, the
nuclear-tipped bunker-busters akan digunakan hanya jika serangan
konvensional dikesampingkan dan jika Amerika Serikat menolak untuk
campur tangan.”(Revealed: Israel plans nuclear strike on Iran – Times Online, January 7, 2007)
Pernyataan Obama tentang penggunaan senjata nuklir terhadap Iran dan
Korea Utara konsisten dengan doktrin senjata nuklir Amerika Serikat
pasca 9/11 yang memungkinkan untuk penggunaan senjata nuklir taktis di
medan perang konvensional.
Melalui kampanye propaganda yang telah meminta dukungan dari
“otoritatif” ilmuwan nuklir, senjata nuklir mini itu didukung sebagai
instrumen perdamaian, yaitu sarana untuk memerangi “terorisme Islam” dan
mengukuhkan “demokrasi” gaya Barat di Iran. Nuklir low-yield telah
dibersihkan untuk “digunakan di medan perang”. Senjata nuklir tersebut
dijadwalkan akan digunakan Amerika terhadap Iran dan Suriah dalam tahap
berikutnya, disamping senjata konvensional dalam “perang melawan
Terorisme”.
“Para pejabat pemerintah menyatakan bahwa senjata nuklir
low-yield diperlukan sebagai pencegah yang kredibel terhadap
negara-negara nakal [Iran, Suriah, Korea Utara] logika mereka adalah
bahwa senjata nuklir yang ada terlalu destruktif untuk digunakan kecuali
dalam perang nuklir yang berskala penuh. Musuh-musuh potensial
menyadari hal ini, sehingga mereka tidak memperhitungkan ancaman
pembalasan nuklir dapat dipercaya Namun, senjata-senjata low-yield
kurang daya merusaknya, sehingga dapat dipikirkan untuk digunakan.
Dengan demikian akan menjadikan mereka lebih efektif sebagai senjata
penangkal.” (Opponents Surprised By Elimination of Nuke Research Funds
Defense News November 29, 2004)
Pemilihan penggunaan senjata nuklir terhadap Iran berupa senjata nuklir taktis (Buatan Amerika), yaitu bunker buster bom dengan
hulu ledak nuklir (misalnya B61-11), dengan kapasitas peledak antara
sepertiga sampai enam kali bom Hiroshima. The B61-11 adalah “versi
nuklir” dari “konvensional” BLU 113 atau Unit Pemandu Bom GBU-28.. Bom
ini dapat dibawa dengan cara yang sama seperti bunker buster bom
konvensional. (See Michel Chossudovsky,
http://www.globalresearch.ca/articles/CHO112C.html, see also
http://www.thebulletin.org/article_nn.php?art_ofn=jf03norris). Sementara
Amerika Serikat tidak bermaksud menggunakan senjata termonuklir
strategis terhadap Iran, sebagian besar penyebaran senjata nuklir Israel
terdiri dari bom termonuklir dan dapat digunakan dalam perang dengan
Iran. Dengan sistem rudal Jericho-III Israel yang jangkauannya berkisar
antara 4.800 km sampai 6.500 km, maka semua wilayah Iran akan berada
dalam jangkauannya.
JatuhanRadioaktif
Persoalan jatuhan radioaktif dan kontaminasi, meski begitu saja
dikesampingkan oleh analis militer Amerika Serikat-NATO, dampaknya akan
menghancurkan, berpotensi merusak wilayah yang luas di Timur Tengah
(termasuk Israel) dan wilayah Asia Tengah.
Dengan logika yang diplintir, senjata nuklir disajikan
sebagai sarana untuk membangun perdamaian dan mencegah “kerusakan
kolateral”. Tidak ada senjata nuklir Iran apalagi merupakan ancaman bagi
keamanan global, sebaliknya Amerika Serikat dan Israel adalah instrumen
perdamaian yang “tidak membahayakan bagi penduduk sipil di sekitarnya”.
“Ibu Dari Semua Bom” “The Mother of All Bombs” (MOAB) Dijadwalkan Digunakan Terhadap Iran
Signifikansi militer senjata konvensional dalam angkatan bersenjata
Amerika adalah 21.500-pon “senjata rakasa” dijuluki “ibu dari semua bom”
The GBU-43/B or Massive Ordnance Air Blast bomb (MOAB) dikategorikan
“sebagai senjata non-nuklir paling kuat yang pernah dirancang” diketahui
sebagai arsenal konvensional terbesar di Amerika Serikat. MOAB diuji
pada awal Maret 2003 sebelum dikirim ke medan perang Irak. Menurut
sumber-sumber militer Amerika Serikat, Kepala Staf Gabungan telah
memberitahu pemerintah Saddam Hussein sebelum diluncurkan tahun 2003
bahwa “ibu dari semua bom” akan digunakan terhadap Irak. (Ada laporan
yang belum dikonfirmasi bahwa MOAB telah digunakan di Irak).
Departemen Pertahanan Amerika Serikat telah mengkonfirmasi pada bulan
Oktober 2009 bahwa bermaksud untuk menggunakan “Ibu dari semua Bom”
(MOAB) terhadap Iran. Dikatakannya MOAB “ideal untuk mengubur fasilitas
nuklir seperti Natanz atau Qom di Iran” (Jonathan Karl, Is the U.S.
Preparing to Bomb Iran? ABC News, October 9, 2009). Kebenaran dari
masalah ini adalah bahwa MOAB, karena mengingat daya ledaknya tersebut,
akan mengakibatkan korban sipil yang sangat besar. Ini adalah “mesin
pembunuh” konvensional dengan jenis awan jamur nuklir.
Pengadaan empat MOAB ditugaskan pada bulan Oktober 2009 dengan biaya
yang cukup besar sejumlah US$,58,4 juta ($ 14,6 juta untuk masing-masing
bom). Jumlah ini termasuk untuk membiaya pengembangan dan pengujian
serta integrasi bom MOAB ke pembom siluman B-2. (ibid). pengadaan ini
berkaitan langsung dengan persiapan perang dalam hubungannya dengan
Iran. Pemberitahuan dimuat dalam sebuah “reprogramming memo” setebal 93
halaman termasuk instruksi berikut ini:
“Departemen memiliki sebuah Urgent Operational Need (UON) yang
berkemampuan menyerang sasaran keras di daerah yang tinggi tingkat
ancamannya dan sekaligus menguburkannya. MOP [Ibu Segala Bom] adalah
senjata pilihan yang memenuhi persyaratan UON [Urgent Operational
Need].” Dinyatakan lebih lanjut bahwa permintaan tersebut didukung oleh
Komando Pasifik (yang memiliki tanggung jawab atas Korea Utara) dan
Komando Sentral (yang memiliki tanggung jawab atas Iran). (ABC News, op
cit, emphasis added).
Pentagon merencanakan sebuah proses kehancuran infrastruktur Iran dan
korban massal sipil melalui penggunaan gabungan nuklir taktis dan bom
konvensional rakasa awan jamur, termasuk MOAB dan yang lebih besar lagi
yaitu GBU-57a/B atau Massive Ordnance Penetrator (MOP), yang melampaui
MOAB dalam hal kapasitas daya ledaknya.
MOP digambarkan sebagai “sebuah bom baru yang kuat dan tepat sasaran
untuk menghantam fasilitas nuklir bawah tanah Iran dan Korea Utara. Bom
raksasa yang ukuran panjangnya lebih dari 11 orang duduk berdempetan
bahu-ke-bahu [lihat gambar di bawah] atau lebih dari 20 kaki dari lantai
ke hidung” (See Edwin Black, “Super Bunker-Buster Bombs Fast-Tracked
for Possible Use Against Iran and North Korea Nuclear Programs”,
Ini adalah WMD dalam artian yang sebenarnya dari kata tersebut.
Tujuannya tidak begitu tersembunyi dari MOAB dan MOP, termasuk
penggunaan nama julukan Amerika untuk menggambarkan secara sederhana
bahwa MOAB (“ibu dari semua bom’), adalah “pemusnah massal” dan korban
sipil secara massal dengan maksud untuk menanamkan rasa takut dan putus
asa.
Teknologi Persenjataan Tercanggih: “Perang Menjadi Mungkin Dengan Teknologi Baru”
Proses pengambilan keputusan militer Amerika Serikat dalam
hubungannya dengan Iran ini didukung oleh Star Wars, militerisasi ruang
angkasa dan revolusi dalam komunikasi serta sistem informasi. Mengingat
kemajuan teknologi militer dan pengembangan sistem senjata baru,
serangan terhadap Iran bisa secara signifikan berbeda dalam hal campuran
sistem senjata, bila dibandingkan dengan Blitzkrieg yang dilancarkan
pada bulan Maret 2003 terhadap Irak. Operasi militer terhadap Iran
dijadwalkan untuk menggunakan sistem senjata yang paling canggih untuk
mendukung serangan udara tersebut. Dan dalam semua kemungkinan, sistem
senjata baru akan diuji.
Dokumen The 2000 Project of the New American Century – Proyek Tahun 2000 Abad Baru Amerika yang berjudul Rebuilding American Defenses -
Membangun Kembali Pertahanan Amerika, menguraikan mandat militer
Amerika Serikat dalam hal medan perang berskala besar, yang akan
dilancarkan secara bersamaan di berbagai wilayah Dunia:
“Memenangkan Beberapa pertempuran dengan meyakinkan secara simultan dalam beberapa medan perang.”
Formulasi ini serupa dengan penaklukan perang global oleh kekaisaran
adidaya tunggal. Dokumen PNAC juga menyerukan transformasi pasukan
Amerika Serikat untuk mengeksploitasi “revolusi dalam urusan militer”,
yaitu penerapan “perang yang dimungkinkan melalui teknologi baru” (See
Project for a New American Century, Rebuilding Americas Defenses
Washington DC, September 2000, pdf). Yang terakhir ini terdiri dari
pengembangan dan penyempurnaan kecanggihan mesin pembunuh global
berdasarkan gudang persenjataan baru yang canggih, yang pada akhirnya
akan menggantikan paradigma yang ada.
“Dengan demikian, dapat diramalkan bahwa proses transformasi
justru akan menjadi proses dua-tahap:. Pertama transisi, yaitu
transformasi yang lebih menyeluruh. Titik nyaman akan datang ketika
jumlah yang lebih besar sistem senjata baru mulai memasuki masa
tugasnya, mungkin ketika, misalnya, pesawat udara tak berawak mulai
banyak menjadi biasa seperti pesawat berawak. Dalam hal ini, Pentagon
harus sangat berhati-hati melakukan investasi besar dalam
program-program baru misalnya -. tank, pesawat, kapal induk, – dimana
pasukan Amerika Serikat akan berkomitmen melakukan paradigma baru untuk
berperang selama beberapa dekade yang akan datang. (ibid, penekanan
ditambahkan)
Perang dengan Iran memang bisa menandai breakpoint penting
ini, dengan sistem senjata baru yang berpangkalan-di angkasa
dipergunakan dengan maksud untuk melumpuhkan musuh yang memiliki
kemampuan konvensional militer yang signifikan yang jumlahnya lebih dari
setengah juta pasukan darat.
Senjata Elektromagnetik
Senjata elektromagnetik dapat digunakan untuk mengacaukan sistem
komunikasi Iran, menonaktifkan pembangkit tenaga listrik, merusak dan
mengacaukan komando serta kontrol, infrastruktur pemerintah,
transportasi, energi, dll. Dalam keluarga senjata yang sama, teknik
modifikasi lingkungan (ENMOD) (peperangan cuaca) yang dikembangkan
berdasarkan program HAARP juga bisa diterapkan. (Lihat Chossudovsky
Michel, “Owning the Weather” for Military Use,, Global Research,
September 27, 2004). Sistem senjata ini sepenuhnya operasional. Dalam
konteks ini, dokumen Angkatan Udara Amerika Serikat AF 2025 secara
eksplisit membenarkan aplikasi militer dengan teknologi modifikasi
cuaca.
“Modifikasi Cuaca akan menjadi bagian dari keamanan domestik dan
internasional dan bisa dilakukan secara sepihak … Senjata ini bisa
aplikasikan baik secara ofensif maupun defensif dan bahkan dapat
digunakan untuk tujuan pencegahan. Senjata ini berkemampuan untuk
menghasilkan curah hujan, kabut, dan badai di bumi atau mengubah ruang
cuaca, meningkatkan komunikasi melalui modifikasi ionosfir (penggunaan
cermin ionosfir), serta produksi cuaca buatan, yang kesemuanya itu
merupakan bagian dari serangkaian teknologi terpadu yang dapat
memberikan peningkatan penting dalam kemampuan Amerika Serikat atau
dalam menundukkan musuh, juga untuk mencapai kesadaran global,
jangkauan, dan kekuasaan. ” (Air Force 2025 Final Report, See also US
Air Force: Weather as a Force Multiplier: Owning the Weather in 2025, AF2025 v3c15-1 | Weather as a Force Multiplier: Owning… | (Ch 1) at www.fas.org).
Radiasi elektromagnetik memungkinkan melakukan “gangguan kesehatan
dari jarak jauh” mungkin juga dipikirkan untuk digunakan dalam medan
perang. (See Mojmir Babacek, Electromagnetic and Informational Weapons:,
Global Research, August 6, 2004). Pada gilirannya, penggunaan baru
senjata biologis oleh militer Amerika Serikat juga mungkin akan
dipertimbangkan seperti yang disarankan oleh PNAC: “Lebih lanjut bentuk
peperangan biologis dapat “mentargetkan” genotipe tertentu yang mungkin
mengubah perang biologis dari dunia teror menjadi alat politik yang
berguna.” (PNAC cit, op, hal. 60).
Kemampunan Militer Iran: Misil Jarak Menengah dan Jauh
Kemampuan militer Iran telah maju, termasuk misil jarak menengah dan
jauh yang mampu mencapai sasaran di Israel dan negara-negara Teluk.
Karena itu perhatian aliansi Amerika Serikat-NATO Israel pada
penggunaan senjata nuklir, yang dijadwalkan akan digunakan baik secara
pre-emptive maupun sebagai respons pembalasan terhadap serangan rudal
Iran.
Range of Iran’s Shahab Missiles. Copyright Washington Post
Pada bulan November 2006, Iran menguji-coba rudal permukaan 2 yang
diputuskan bertahap dengan operasi perencanaan yang tepat dan hati-hati.
Menurut seorang ahli rudal senior Amerika (dikutip oleh Debka), “Iran
memperlihatkan up-to-date teknologi peluncur-rudal dimana Barat tidak
mengetahui bahwa Iran memilikinya.” (See Michel Chossudovsky, Iran’s
“Power of Deterrence” Global Research, November 5, 2006) Israel
acknowledged that “the Shehab-3, whose 2,000-km range brings Israel, the
Middle East and Europe within reach” (Debka, November 5, 2006)
Menurut Uzi Rubin, mantan kepala program misil anti-balistik Israel,
bahwa “intensitas latihan militer belum pernah terjadi sebelumnya … Hal
itu dimaksudkan untuk membuat kesan – dan berhasil membuat kesan.”
(www.cnsnews.com 3 November 2006)
Latihan tahun 2006, sekaligus menciptakan sebuah gelora politik di
Amerika Serikat dan Israel, dengan cara apa pun tidak mengubah
keputusan Amerika Serikat-NATO-Israel untuk melancarkan perang terhadap
Iran.
Teheran telah menegaskan dalam beberapa pernyataannya bahwa Iran akan
merespon jika diserang. Israel akan menjadi tujuan langsung dari
serangan rudal Iran seperti ditegaskan oleh pemerintah Iran. Oleh karena
itu persoalan sistem pertahanan udara Israel penting. Amerika Serikat
dan fasilitas militer sekutu di negara-negara Teluk seperti Turki, Arab
Saudi, Afghanistan dan Irak juga bisa menjadi sasaran target Iran.
Angkatan Darat Iran
Sementara wilayah Iran dikelilingi oleh pangkalan militer Amerika
Serikat dan sekutu, Republik Islam Iran memiliki kemampuan militer yang
signifikan. (Lihat peta di bawah). Apa yang penting untuk diakui adalah
jumlah kekuatan angkatan bersenjata Iran yang dilihat semata-mata dari
segi jumlah personil (angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara)
jika dibandingkan dengan pasukan Amerika Serikat dan NATO yang bertugas
di Afghanistan dan Irak.
Menghadapi sebuah pemberontakan yang terorganisir, pasukan koalisi
sudah kewalahan di Afghanistan dan Irak. Apakah kekuatan ini mampu
mengatasi jika pasukan darat Iran memasuki medan perang yang ada di Irak
dan Afghanistan? Potensi gerakan perlawanan terhadap Amerika Serikat
dan sekutu pendudukan pasti akan terpengaruh.
Pasukan darat Iran adalah 700.000 orang, sejumlah 130.000 orang
adalah tentara profesional, 220.000 wajib militer dan 350.000 tentara
cadangan. (See Islamic Republic of Iran Army – Wikipedia). Ada 18.000
personil Angkatan Laut dan 52.000 angkatan udara Iran. Menurut
International Institute for Strategic Studies, Iran “memiliki Pengawal
Revolusi yang diperkirakan berjumlah 125.000 personil dalam lima
angkatan: Mereka punya Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Pasukan Darat
sendiri serta Pasukan Quds (Pasukan Khusus)” Menurut CISS, Basij yaitu
sukarelawan paramiliter Iran diperkirakan berkekuatan 90.000 orang
berseragam aktif bertugas dan dikontrol oleh Pengawal Revolusi, 300.000
cadangan, dan total 11 juta orang yang dapat dimobilisasi jika
diperlukan” (Armed Forces of the Islamic Republic of Iran – Wikipedia).
Dengan kata lain, Iran bisa memobilisasi sampai setengah juta pasukan
reguler dan beberapa juta milisi. Pasukan khusus Quds sudah beroperasi
di Irak.
Dalam beberapa tahun ini Iran telah melakukan latihan-latihan perang
sendiri. Sementara Angkatan Udaranya memiliki kelemahan, namun rudal
jarak menengah dan jauh sepenuhnya operasional. Militer Iran dalam
keadaan siap-siaga. Pemusatan pasukan Iran saat ini berada dalam jarak
beberapa kilometer dari perbatasan Irak dan Afghanistan, dan dekat
perbatasan Kuwait. Angkatan Laut Iran dikerahkan ke Teluk Persia dengan
jarak yang dekat kepada fasilitas militer Amerika Serikat dan sekutu di
Uni Emirat Arab.
Perlu dicatat bahwa dalam menanggapi peningkatan jumlah besar militer
Iran, Amerika Serikat telah mengirim senjata kepada sekutu non-anggota
NATO di Teluk Persia termasuk Kuwait dan Arab Saudi.
Sementara senjata canggih Iran tidak sebanding dengan Amerika Serikat
dan NATO, pasukan Iran berada dalam posisi untuk menimbulkan kerugian
besar terhadap pasukan koalisi dalam sebuah medan perang konvensional,
di wilayah Irak atau Afghanistan. Pasukan darat Iran dan tank pada bulan
Desember 2009 melintasi perbatasan masuk ke wilayah Irak tanpa dihadapi
atau ditantang oleh pasukan sekutu dan menduduki wilayah sengketa di
ladang minyak Maysan Timur.
Bahkan di saat terjadi Blitzkrieg yang efektif, dengan menargetkan
fasilitas militer Iran, sistem komunikasinya dll melalui pemboman udara
besar-besaran, dengan menggunakan rudal jelajah, bom bunker buster
konvensional dan senjata nuklir taktis, perang dengan Iran, sekali
dimulai, akhirnya bisa mengarah menjadi perang darat. Ini merupakan
sesuatu hal dimana perencana militer Amerika Serikat tidak ragu-ragu
bahwa hal tersebut seperti yang dimaksudkan dalam skenario simulasi
perang mereka.
Jenis operasi ini akan mengakibatkan korban militer dan sipil yang signifikan, terutama jika menggunakan senjata nuklir.
Anggaran yang membengkak untuk membiayai perang di Afghanistan saat
ini diperdebatkan di Kongres Amerika Serikat juga dimaksudkan untuk
digunakan dalam kemungkinan serangan terhadap Iran.
Dalam skenario eskalasi, pasukan Iran dapat menyeberang ke perbatasan Irak dan Afghanistan.
Pada gilirannya, eskalasi militer dengan menggunakan senjata nuklir
bisa membawa kita ke dalam sebuah skenario Perang Dunia III, meluas di
luar kawasan Timur Tengah Asia Tengah.
Dalam arti yang sangat nyata, proyek militer ini, yang telah di
gambarkan Pentagon selama lebih dari lima tahun, mengancam masa depan
kemanusiaan.
Sementara kami memfokuskan tulisan ini terhadap persiapan perang.
Faktanya bahwa persiapan perang telah sempurna dan dalam keadaan siap,
namun tidak berarti bahwa mereka akan melakukannya sesuai dengan
rencana.
Aliansi Amerika Serikat-NATO-Israel menyadari bahwa musuh memiliki
kemampuan yang signifikan untuk merespon dan membalas. Faktor ini
sendiri penting selama lima tahun terakhir dalam mengambil keputusan,
baik oleh Amerika Serikat maupun sekutunya untuk menunda serangan
terhadap Iran.
Faktor penting lainnya adalah kerangka aliansi militer. Sementara
NATO telah menjadi kekuatan yang tangguh, Organisasi Kerjasama Shanghai
(SCO), yang merupakan aliansi antara Rusia dan Cina dan sejumlah negara
mantan republik Sovyet melemah secara signifikan.
Ancaman militer Amerika Serikat secara terus-menerus yang langsung
ditujukan kepada Cina dan Rusia, dimaksudkan untuk melemahkan SCO dan
mencegah segala bentuk aksi militer sebagai pihak sekutu yang akan
membela Iran, dalam hal terjadinya serangan NATO-Amerika
Serikat-Israel.
Kekuatan seimbang apa yang mungkin dapat mencegah perang ini terjadi?
Ada banyak kekuatan-kekuatan di dalam aparatur Negara Amerika Serikat
yang sedang bekerja langsung, baik Kongres maupun Pentagon dan NATO.
Kekuatan sentral dalam mencegah terjadinya perang pada akhirnya
secara mendasar datang dari dalam masyarakat yang dengan penuh kekuatan
melakukan tindakan menentang antiperang oleh ratusan juta orang di
seluruh negeri, baik nasional maupun internasional.
Rakyat harus memobilisir tidak hanya terhadap agenda militer
jahat, namun juga harus menentang terhadap otoritas Negara dan para
pejabatnya.
This war can be prevented if people forcefully confront their
governments, pressure their elected representatives, organize at the
local level in towns, villages and municipalities, spread the word,
inform their fellow citizens as to the implications of a nuclear war,
initiate debate and discussion within the armed forces.
Perang ini dapat dicegah jika rakyat bersikap tegas dalam
menghadapi pemerintah mereka, memberikan tekanan kepada wakil yang
dipilih oleh mereka, mengorganisir di tingkat lokal di perkotaan dan
pedesaan, menyebarkan berita, menginformasikan sesama warga mengenai
implikasi perang nuklir, memulai debat dan diskusi dalam upaya mencegah
perang di dalam angkatan bersenjata.
Tidak cukup hanya dengan menyelenggaraan demonstrasi massa dan
protes antiperang. Apa yang diperlukan adalah pengembangan jaringan akar
rumput antiperang yang luas dan terorganisir dengan baik yang menantang
struktur otoritas dan kekuasaan.
Apa yang diperlukan adalah gerakan massa rakyat yang kuat
menentang legitimasi perang, gerakan masyarakat global yang menyadari
bahwa perang merupakan sebuah kejahatan.
Michel Chossudovsky seorang penulis
pemenang penghargaan, Profesor Ekonomi (Emeritus) pada Universitas
Ottawa dan Direktur dari the Centre for Research on Globalization (CRG),
Montreal. Ia menulis buku berjudul The Globalization of Poverty and The
New World Order (2003) dan America’s “War on Terrorism” (2005). Ia juga
seorang kontributor the Encyclopaedia Britannica. Tulisan-tulisannya
telah diterbitkan dalamlebih dari duapuluh bahasa. Ia dapat dihubungi
di globalresearch.ca website
Catatan Penulis: Pembaca budiman, silakan sebarkan tulisan ini
secara luas ke teman-teman dan keluarga, forum internet, tempat kerja,
di lingkungan Anda, nasional dan internasional, dengan maksud untuk
membalikkan gelombang perang.
Sumber
|
0 komentar:
Post a Comment